AyankMams

AyankMams

Senin, 22 Maret 2010

Life Style for Better World
Oleh Imam Solehudin
Kondisi bumi saat ini begitu memperihatinkan. Alam kini sudah tidak bersahabat lagi dengan manusia. Berbagai bencana yang terjadi dalam satu dasawarsa terakhir akibat dari kondisi alam yang rusak dan semakin sulit untuk diprediksi. Pergantian musim misalnya, Indonesia sebagaimana yang kita tahu mengalami dua kali pergantian musim setiap tahunnya, yakni hujan dan panas. Pergantian musim tersebut berlangsung setiap enam bulan sekali. Tapi apa yang terjadi sekarang, pergantian musim kini sulit untuk diprediksi. Terkadang musim hujan lebih panjang ketimbang musim panas, begitu pula sebaliknya. Akibatnya terjadi berbagai krisis, seperti air, tanah dan pangan. Keadaan serupa juga terjadi di beberapa negara lainnya.
Pemanasan global terjadi karena meningkatnya efek dari gas rumah kaca. Gas-gas seperti karbonmonoksida yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dan industri, metana yang dihasilkan oleh limbah peternakan (N2O), serta penggunaan cloro fluro carbon (CFC) terhadap peralatan elektronik seperti kulkas dan air conditioning (AC), merupakan penyebab terjadinya global warming. Dalam ambang batas normal, gas-gas tersebut memang sangat bermanfaat, terutama untuk menghangatkan suhu bumi. Kenyataannya sekarang berbeda, karbondioksida misalnya, dari hasil riset salah seorang pegiat lingkungan, tingkat CO2 di atmosfer kini telah mencapai pada angka 380 ppm, hampir mendekati angka 400 (Lynas, 2009). Jika kondisi itu terjadi, seperti yang diungkap Lynas dalam bukunya Six Degrees: Our Future on a Hotter Planet (Enam Derajat: Masa Depan Kita di Planet yang Semakin Panas) maka bumi akan mengalami kenaikan suhu sebesar dua derajat celcius. Pada tingkat kenaikan suhu tersebut permukaan laut diprediksi akan mengalami kenaikan sebesar tujuh meter secara global. Bisa dibayangkan jika itu sampai terjadi, berapa banyak pulau-pulau kecil yang terendam. Pertanyaan yang harus kita jawab sekarang adalah sejauh mana upaya yang telah kita lakukan untuk mencegah hal itu. Apakah kita sudah melakukan hal yang konkret dalam upaya melestarikan alam?
. Negara-negara di dunia saat ini tengah berupaya mencari jalan keluar atas masalah krisis perubahan ikilm yang terjadi saat ini, diantaranya dengan mengurangi jumlah emisi karbon, reboisasi hutan, dan beragam hal lainnya. Dalam upaya menjaga kelestarian bumi, manusia merupakan unsur terpenting yang tidak bisa dipisahkan. Mereka bisa dikatakan menjadi decision maker (penentu keputusan) dan policy maker (pembuat kebijakan) terhadap kelangsungan kehidupan bumi. Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang menjadi kebiasaan-kebiasaan manusia (pola hidup) sangat berdampak terhadap bumi. Terjadinya krisis kerusakan lingkungan, krisis air, tanah, dan pangan selama ini lebih disebabkan ulah tangan manusia itu sendiri ketimbang oleh bencana alam.
Gaya hidup (life style) seseorang memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan konservasi alam. Hal itu mencakup kebiasaan makan, penggunaan kendaraan, barang-barang kosmetik, dan mengurangi pemakaian plastik. Pola kebiasaan makan misalnya, orang yang vegetarian (tidak memakan daging) memiliki pola makan yang ramah lingkungan ini dikarenakan mereka hanya tidak mengkonsumsi hasil ternak. Riset oleh Gidon Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago berkesimpulan, dengan mengganti pola makan hewani menjadi vegetarian, 50 persen lebih efektif mencegah global warming (kompas.com). Selain oleh karbondioksida (CO2) pemanansan global juga disebabkan oleh metana yang dihasilkan oleh lindustri peternakan. Artinya, dengan mengurangi konsumsi daging secara tidak langsung telah menekan jumlah emisi gas metana dan meminimalisir dampak perubahan iklim. laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) berjudul "Livestcok’s Long Shadow", melaporkan bahwa 18 persen pemanasan global yang terjadi saat ini akibat dari industri peternakan di dunia. Angka ini lebih besar dari pemanasan akibat seluruh (jenis) transportasi di dunia yang hanya 13 persen (kompas.com). Lain lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh salah satu organisasi pemerhati lingkungan greenpeace, dalam laporannya menyebutkan bahwa industri peternakan sapi merupakan penyebab terbesar pembabatan hutan di dunia. Penelitian greenpeace di hutan Amazon membuktikan bahwa 80% wilayah hutan disana habis digunakan untuk peternakan sapi dan lahan menanam kedelai untuk pakan ternak. Jadi jelas bahwa industri peternakan memiliki peranan penting dalam meningkatnya efek gas rumah kaca terhadap kondisi bumi. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam mencegah dampak dari pemanasan global adalah dengan mengurangi pemakaian kendaraan bermotor. Seperti yang dijelaskan diatas, kendaraan bermotor merupakan penghasil utama gas CO2, dan tingkat CO2 di bumi saat ini telah mencapai 380 ppm, hampir mendekati angka 400 ppm yang menurut hasil penelitian Lynas berpotensi menaikan suhu bumi menjadi dua derajat celcius.
Program bike to work adalah salah satu solusi yang paling mudah untuk dilakukan guna mengurangi tingkat emisis karbon, karena sepeda tidak mengeluarkan emisi sebagaimana halnya kendaraan bermotor. Selain itu, gaya hidup bersepeda juga sangat baik untuk kesehatan, baik itu untuk pribadi maupun bumi. Perlu dicatat gaya hidup berkendara (bicycle lifestyle) sepeda merupakan upaya yang sangat simple namun bermanfaat besar.

0 komentar:

Posting Komentar