AyankMams

AyankMams

Selasa, 03 Agustus 2010

Kenakalan DPR (Yang Gak Pernah Abiz), “RUMAH ASPIRASI”
















Oleh Imam Solehudin

Membicarakan mengenai kelakuan anggota DPR memang tidak akan pernah ada habisnya. Selalu ada sisi menarik di setiap maneuver yang mereka lakukan, entah itu negative maupun positif. Baru-baru ini, sejumlah anggota dewan kembali menggulirkan sebuah wacana “Super Konyol”, bila dulu sempat mewacanakan “Dana ASPIRASI” (Fork Barel), kini mereka mengusulkan “Rumah Aspirasi”. Tujuannya, untuk menampung aspirasi para konstituen di daerah asal dewan. Dananya pun cukup fantastis, 200 juta rupiah per rumah. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah tepat kebijakan tersebut dalam menjaring aspirasi masyarakat?. Tidak adakah cara lain dalam menerima keluhan rakyat?. Bila parameter efektifitas, jelas “Rumah Aspirasi” bukanlah solusi tepat, karena masih ada yang lebih efektif yakni media.

Contohnya konkretnya Amerika Serikat, di negara yang dipimpin Barrack Obama tersebut, pemerintahannya memanfaatkan situs web sebagai tempat masyarakat menyampaikan keluh kesah. Melalui media internet, mereka bebas mengutarakan uneg-uneg terhadap pemerintah. Ini tentunya bisa dijadikan contoh oleh pemerintahan kita. Selain efektif, biaya yang dikeluarkan sangat murah. Memang, kelemahan dari sistem ini adalah tidak semua lapisan masyarakat bisa mengaksesnya, karena tidak meratanya tingkat penguasaan teknologi di negeri kita. Namun, masalah tersebut sebenarnya bisa diatasi. Bukankah dalam setiap periode terdapat apa yang dinamakan masa reses?. Pada momen inilah sebenarnya para anggota dewan menjaring aspirasi rakyat. Sayang, justru yang terjadi malah sebaliknya. Beberapa dari mereka malah ada yang bepergian ke luar negeri, kendati tidak jelas maksud dan tujuannya. Mereka berkilah dengan alasan study banding, padahal sebenarnya itu hanya sebuah kedok. Intinya para wakil rakyat itu malas untuk turun ke lapangan (masyarakat). Digaungkan lah usulan “Proyek Rumah Aspirasi”. Kalau seandainya jadi direalisasikan, berapa banyak kas negara yang dikeluarkan. Estimasinya, jumlah wakil rakyat sekarang adalah 560, jika dikalikan 200 juta maka total dana yang harus dikeluarkan berjumlah 112 Milliar. Dana sebesar itu sebaiknya dialokasikan terhadap sector-sektor lain yang memang membutuhkan semisal pendidikan.

Masalah selanjutya mengenai pengawasan terhadap dananya nanti. Apa betul-betul digunakan untuk membangun rumah yang katanya untuk rakyat? atau untuk proyek “sampingan” dewan?. Kekhawatiran masyarakat adalah dijadikannya kebijakan “Rumah Aspirasi” sebagai lahan korupsi. Sangat masu akal memang bila kita melihat track record sebagian anggota dewan saat ini. Hitung saja, berapa banyak dari mereka yang saat ini sedang menghadapi proses hukum. Belum lagi mengenai kredibilitas masyarakat yang cenderung mulai pesimis terhadap kinerja angggota dewan. Contohnya saja soal kehadiran para wakil rakyat, menurut data harian Kompas, prersentase tingkat kehadiran terus mengalami penurunan. Belum lagi Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) yang terancam tidak akan tercapai, karena hingga hari ini saja, jumlah RUU yang diselesaikan baru 7 dari yang dicanangkan sebelumnya sebanyak 70.

Sudah saatnya para anggota DPR melakukan Introspeksi diri terhadap kinerjanya. Apakah benar selama ini mereka telah menjalankan amanahnya dengan baik?. Janganlah membuat kebijakan yang justru hanya menambah panjang derita rakyat.