AyankMams

AyankMams

Kamis, 10 Juni 2010

Virus Piala Dunia


Oleh Imam Solehudin
Hari ini, jumat (11/6) boleh jadi merupakan moment yang paling ditunggu-tunggu seluruh masyarakat pecinta bola di dunia. Gelaran turnamen sepakbola terbesar sejagat tersebut akan dimulai malam ini. Ada yang sedikit istimewa dari ajang empat tahunan sekarang, untuk pertama dalam sejarah penyelenggaraan piala dunia, turnamen digelar dibenua hitam (Afrika), tepatnya Afrika Selatan. Tentunya hal ini menjadi sebuah kebanggan tersendiri bagi segenap warga Afrika, karena bisa menyaksikan langsung perhelatan piala dunia di tanah mereka. Selama kurun waktu penyelenggaraannya, penunjukan tuan rumah selalu di dominasi oleh benua amerika dan eropa. Barulah pada 2002, Jepang dan Korea Selatan didaulat sebagai tuan rumah. Kebangkitan sepakbola Afrika menjadi salah satu alasan, mengapa FIFA menunjuk negeri dimana pejuang HAM Afrika, Nelson Mandela itu berasal. Meski sempat diwarnai isu keamanan, Afrika Selatan sukses meyakinakan badan pemegang otoritas tertinggi sepakbola tersebut. Pembangunan infrastruktur pun dilakukan demi susksesnya gelaran ini.
Bagi pecinta bola, perhelatan piala dunia selalu dinanti-nantikan. Kalau biasanya pertandingan sepakbola diselenggarakan setiap akhir pekan, kini kita bisa menyaksikan para maestro si kulit bundar beradu skill selama kurang lebih satu bulan full. Setiap hari, setidaknya ada tiga pertandingan yang akan menghiasai layar kaca. Intensitas pertandingan yang cukup banyak tentunya akan berpengaruh terhadap aktifitas sehari-hari. Kegiatan mereka pastinya akan sedikit terkena dampak piala dunia, dengan kata lain terjadi reschedulling (penjadwalan ulang) kegiatan sehari-sehari.. John Cramond (1986), seorang ahli komunikasi, menyebut hal ini dengan istilah displacement effect (efek alihan) atau reorganisasi kegiatan (beberapa kegiatan akan dikurangi dan beberapa kegiatan dihentikan sama sekali, karena waktunya dialokasikan untuk satu kegiatan tertentu). Pendapat cramond tersebut sangat relevan bila dikaitkan dengan fenomena piala dunia. Kita tentunya akan mengalokasikan waktu yang biasanya dipakai untuk aktivitas tertentu, justru digunakan untuk menonton pertandingan sepak bola. Bagi yang jarang “begadang” (tidur larut), mungkin mereka akan memaksakan diri bangun ditengah malam demi menyaksikan tim idolanya bertanding. Begitu juga bagi para pelajar, mereka yang biasa pada malam harinya belajar, dengan adanya piala dunia otomatis jadwal belajar mereka akan berubah.

Selasa, 08 Juni 2010

Tragedi Kemanusiaan di Tanah Gaza


Oleh Imam Solehudin
Beberapa hari yang lalu tepatnya senin (1/5) kemarin, timur tengah kembali bergolak. Tentara zionis Israel kembali membombardir para relawan misi kemanusiaan Fortilla Freedom. Mereka rencanya akan bertolak ke Palestina untuk memberikan bantuan kepada warga . Belum sampai disana, mereka dikejutkan oleh sekawanan tentara Israel yang merengsek masuk kepada kapal yang ditumpangi relawan, mavi marmara. Kapal tersebut mengangkut sekitar 561 relawan yang berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Israel tanpa ampun menembaki para relawan yang berada di kapal. Sebanyak 19 orang tewas dalam insiden tersebut. Kejadian itu berlangsung di perairan Internasional, yang secara yuridis tentara zionis tersebut dilarang menyerang kapal.
Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel membuktikan bahwa negera zionis tersebut sangat tidak menghargai Hak Azasi Manusia (HAM). Indikasi itu terlihat sangat nyata ketika mereka menembaki para relawan di kapal mavi marmara belum lama ini. Israel memang wajib ditindak tegas oleh seluruh negara di dunia. PBB seharusnya sedari dulu memberikan sanksi terhadap israel. Sudah kelewat serting “anak emas” Amerika itu melakukan tindakan pelanggaran HAM. Tindakan yang dilakukan oleh “negeri setan” itu sudah keterlaluan dan biadab. Apakah mereka tidak punya nurani? Menyerang kapal yang sangat jelas-jelas memiliki misi kemanusiaan. Apakah mereka sudah tidak memiliki lagi rasa kemanusiaan? Menembaki orang yang jelas-jelas datang ke Gaza untuk menyalurkan bantuan.
Israel memang negara yang sangat “luar biasa”. Luar biasa biadabnya, luar biasa “sakitnnya”, terlebih perdana menteri “laknatullah mereka”, benyamin netanyahu. Mestinya, seorang kepala pemerintahan seperti dirinya memiliki perilaku yang bijaksana. Apa yang dilakukan PM tersebut sungguh sangat tidak mencerminkan seorang pemimpin. Apa ada pemimpin yang menyuruh bawahannya untuk menembaki orang yang akan menolong?.
Sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya memiliki peranan yang besar terhadap konfilk yang terjadi di timur tengah. Upaya diplomasi yang dilakukan kepala negera hingga saat ini belum begitu terlihat hasilnya. Negeri kita hanya sebatas “mengecam”, “mengutuk”, dan sederet kata-kata lainnya, pendek kata nothing action. Padahal Indonesia memiliki peran strartegis dalam persoalan ini. Negeri kita memiliki kedekatan dengan Amerika, “sohib Israel”. Negeri paman sam tersebut pengaruhnya sangat besar terhadap Israel. Lewat jalur diplomasi, mestinya Indonesia bisa “merayu” Amerika untuk menghentikan tindakan “tak bernurani” Israel. Hingga saat ini, gedung putih sama sekali belum bertindak terhadap “teman dekatnya” tersebut. Isyarat diam Obama bisa jadi seperti merestui tindakan “biadab” yang dilakukan Israel. Semoga saja kedepan pemerintah dapat berkontribusi nyata terhadap perdamaian di timur tengah.

Kamis, 03 Juni 2010

RSBI: Kastanisasi Di Dunia Pendidikan

Oleh Imam Solehudin
Dalam Bab XIV pasal 50 ayat 3 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan menjadi bertaraf internasional. Untuk itulah pemerintah, dalam hal ini kementrian pendidikan nasional gencar berupaya untuk mewujudkan tujuan itu. Sekolah, saat ini sedang berlomba-lomba untuk beralih “label” menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Mereka pun berbenah diri untuk mendapat pengakuan sebagai sekolah bertaraf internasional. Pembenahan yang dilakukan meliputi infrastruktur pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia (guru dan staf sekolah). Tak ayal, ini berakibat pada mahalnya biaya pendidikan RSBI jika dibandingkan dengan sekolah pada umumnya, meskipun pemerintah telah mengucurkan dana untuk peningkatan sarana dan prasarana serta mutu SDM sekolah. Sekolah RSBI memang diberikan otoritas untuk mengambil pungutan dari siswa untuk membiayai sarana dan prasarana sekolah, sehingga biaya untuk masuk RSBI sangat tinggi. Masyarakat pun berpendapat bahwa RSBI merupakan salah satu upaya bentuk komersialisasi pendidikan.
Persoalan mengenai RSBI kini memang tengah menjadi sorotan utama publik. Kebijakan kementrian yang dibawahi oleh Muhammad Nuh tersebut menuai pro dan kontra. RSBI dinilai oleh masyarakat merupakan sebuah bentuk dari upaya kastanisasi pendidikan. Hal ini karena kecilnya kesempatan mereka yang tidak mampu (keluarga miskin) untuk bisa masuk RSBI, karena tingginya biaya. Kendati ada aturan dalam RSBI yang menyatakan bahwa, sekolah harus menerima bagi siswa kurang mampu, tetap saja tidak akan bisa mengakomodasi mereka sepenuhnya. Bukankah di dalam konstitusi negeri ini disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat pendidikan dan penghidupan yang layak?. Sekolah yang merupakan tempat bagi semua orang untuk menuntut ilmu, seolah telah berubah menjadi tempat yang untouchble bagi kaum tak mampu, dengan kata lain eksklusif sehingga membuat seolah-olah RSBI hanya untuk “si kaya” saja. Potensi siswa yang mampu secara akdemis, namun tidak dari sisi materi pastinya akan tersisihkan.
Pada dasarnya, dengan adanya RSBI merupakan suatu hal yang sangat positif bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Ini berarti menandakan bahwa pendidikan kita mengalami suatu kemajuan. Dengan sistem bertaraf internasional, kompetensi lulusan yang dihasilan (siswa) akan semakin berkualitas. Namun, hal tersebut harus diimbangi juga denga kualitas SDM serta dengan tetap berlandaskan pada aspek sosial. Maksudnya, sekolah (RSBI) selaku instiusi pendidikan harus membuka ruang seluas-luasnya bagi semua lapisan masyarakat, sehingga tidak ada lagi istilah kastanisasi dalam RSBI. Inilah tugas pemerintah, bagaimana caranya agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat./MAM