AyankMams

AyankMams

Senin, 26 April 2010

Fenomena Kongres Partai Politik Oleh Imam Solehudin

Suhu perpolitikan negeri kita mulai kembali terasa. Hal ini ditandai dengan berlangsungya beberapa kongres partai politik serta ormas keagamaan Indonesia. Nahdatul Ulama mengwalinya dengan menggelar muktamar NU yang dilaksanakan di Makasar beberpa waktu yang lalu. Keluar sebagai “pemenang” Said Aqil Siradj dan Sahal Mahfudz. Masing-masing sebagai ketua umum PBNU serta ketua dewan Tanfidz. Menarik bila kita melihat konstelasi politik saat pemilihan itu, bumbu-bumbu kepentingan politik dari salah satu parpol sempat diisukan mampir ke ajang paling akbar ormas Islam terbesar itu. Kemenangan said dan sahal disinyalir karena adanya campur tangan dari Cikeas. Masuk akal memang, bila parpol berlomba-lomba mendekati ormas islam seperti NU. Basis masa mereka sangat besar, dan mereka sangat patuh terhadap titah pimpinan. Tapi, lewat pernyataannya, said aqil siradj mengungkapkan bahwa NU harus kembali ke khittahnya (tujuan awal). Menurutnya, ketika ada warga NU yang terjun ke Politik, maka mereka jangan menggunakan isntitusi sebagai kendaraan politiknya. Pendapat ketum NU terpilih tersebut memang masuk akal, sangat disayangkan memang bila ormas islam seperti NU terjun kepada politik praktis.
Pasca pelaksanaan muktamar NU, geliat konstelasi politik Indonesia kembali hangat. Kali ini, Partai berlambang moncong putih megadakan kongres di Bali. Keputusan mengenai arah partai menjadi agenda penting, apakah akan borkoalisi/menajdi mitra pemerintah atau tetap menajadi oposisi pemerintah. Isu mengenai koalisi dengan pemerintah santer menjadi pembicaraan publik, karena ketua dewan pertimbangan partai PDIP yang notabene suami Megawati, memberikan statment bahwa ada kemungkinan PDIP berkoalisi dengan pemerintah. Setelah melewati musyawarah seluruh DPD partai, secara aklamasi akirnya megawati soekarnoputri kembali terpilih sebagai ketua umum PDIP untuk kesekian kalinya. Sebagian besar kalangan partai menilai bahwa, figur mega masih dibutuhkan partai. Apalagi dengan kondisi partai yang mengalami penurunan konstituen pada pemilu. Mega pun langsung menentukan sikap, wacana koalisi menjadi isu utama saat mega menyampaikan pidatonya. Dengan tegas dia menyatakan bahwa PDIP akan tetap menjadi oposisi, dan menolak menjadi mitra koalisi peemrintah. Menurutnya, PDIP tetap akan menjadi partai “wong cilik”. Bila PDIP jadi menjadi mitra koalisi pemerintah, bisa dibayangkan semakin kuatnya posisi pemerintah di parlemen. Tidak ada lagi keseimbangan, dinamisasi politik pastinya tidak akan terjadi karena peemrintah bisa mengontrol parlemen sepenuhnya. Disinilah bahayanya, karena bila ini sampai terjadi maka akan tercipta sebuah kekuasaan yang absolut. Saya teringat mengenai sebuah ungkapan dari soerang filsafat Yunani bahwa kekuasaan yang absolut cenderung akan korup. Memang ada benarnya ucapannya, ketika sebuah pemerintahan absolut, artinya fungsi controlling akan lemah, serta monitoring terhadap kebijakan pemerintah tidak berarti apa-apa. Ruang untuk praktik korupsi, deal-deal kasus akan marak terjadi.
Kongres parpol yang saat ini sedang ditunggu-tunggu adalah partai demokrat. Dalam waktu dekat partai berlambang mercy itu akan melaksanakan kongres yang sedianya digelar di Bandung. Dua kandidat dipastikan memperebutkan posisi “demokrat 1”. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Malaranggeng serta mantan Ketua Umum PB HMI Anas Urbaningrum bertarung memperebutkan kursi ketua umum PD. Aroma persaingan mulai menyeruak, isu black campaign yang dilakukan salah satu calon ketum menyeruak. Saling klaim dukungan nampaknya sudah menjadi “bumbu peyedap” disetiap kongres parpol. AM menilai dirinya telah mendapat restu dari RI 1 yang notabene adalah ketua dewan pembina PD. Dengan sesumbar, adik dari politisi Rizal Malaranggeng tersebut telah mendapat dukungan 80 % dari seluruh DPC. Bahkan, beberapa waktu yang lalu, andi mengeluarkan statment bernada sedikit meremehkan anas. AM menawari Anas kursi sekjen dan menyerukan agar segera mundur. Namun, seperti biasa anas hanya menanggapi dengan santai. Kewibaan serta pembawaan anas yang tenang membuat tim suksesnya yakin bahwa mantan anggota KPU itu keluar menjadi “jawara” demokrat 1. Siapapun yang akan menjadi PD 1 pastinya memiliki tugas berat. Pertama, mereka harus mempertahankan eksistensi Parpol Demokrat selaku pemenang pemilu. Kedua, meningkatkan citra parpol yang saat ini mulai menurun akibat beberapa kasus, terutama century. Lima tahun kepemimpinan ketua umum partai akan berpengaruh terhadap kondisi parpol secara menyeluruh. SBY tentunya sudah mempertimbangkan matang-matang soal ini. Berhembus kabar bahwa SBY lebih condong kepada AM daripada anas. Pernyataan tersebut seperti yang diungkap oleh Ibas, putra SBY yang juga pengurus partai demokrat.
Menarik memang bila kita cermati konstelasi politik di negeri kita ini. Tahun ini, setidaknya ada tiga parpol yang telah mengadakan kongres. Ancang-ancang menuju pemilu 2014 nanti sepertinya sudah digalakan oleh parpol. Penyusunan Grand Design parpol akan menentukan nasib mereka di pemilu nanti.

0 komentar:

Posting Komentar